Contact Information

Alamat: Komplek Rumah Susun Petamburan Blok 1 Lantai Dasar, Tanah Abang - Jakpus 10260

We're Available 24/ 7. Call Now.
BYD Minta Perpanjangan Insentif EV 2026 untuk Jaga Tren Positif Penjualan
SHARE:

Technologue.id - Pabrikan otomotif listrik asal China, BYD, secara resmi menyampaikan harapannya kepada Pemerintah Indonesia. Mereka berharap insentif untuk kendaraan listrik dapat diperpanjang hingga tahun 2026. Hal ini dinilai penting untuk mempertahankan tren positif penjualan kendaraan bebas emisi di tanah air.

Permintaan ini disampaikan langsung oleh Head of Public and Government Relations BYD Indonesia, Luther Pandjaitan. Pernyataan itu disampaikan di Bogor, Jawa Barat, pada hari Jumat. Luther menegaskan bahwa perpanjangan insentif ini bukan hanya untuk kepentingan BYD semata.

Manfaat kebijakan tersebut dapat dirasakan oleh semua produsen kendaraan listrik di Indonesia. Dengan insentif yang berkelanjutan, adopsi kendaraan elektrifikasi diharapkan semakin meluas. Masyarakat pun akan merasakan banyak manfaat dari transisi energi ini.

Salah satu manfaat terbesar adalah pengurangan polusi udara yang signifikan. Luther berharap tren positif penggunaan mobil listrik bisa semakin panjang. Semakin banyak orang yang beralih ke kendaraan listrik akan memberikan dampak positif.

Dampak itu berupa kontribusi terhadap industri dan transisi energi nasional. Pada akhirnya, hal ini membantu upaya pengurangan polusi lingkungan. Namun, ada kekhawatiran jika insentif tidak diperpanjang tahun depan.

Pihak BYD mengaku akan mulai merasa gelisah dan kehilangan kepercayaan diri. Keyakinan bahwa tren penjualan kendaraan listrik dapat terus tumbuh akan berkurang. Pertumbuhan berkelanjutan seperti saat ini mungkin sulit dipertahankan.

Hal itu bisa terjadi tanpa adanya konsistensi atau perpanjangan kebijakan yang sama. Konsistensi kebijakan pemerintah dinilai sangat krusial bagi iklim investasi. Produsen membutuhkan kepastian untuk merencanakan strategi jangka panjang mereka.

Hingga saat ini, BYD telah mencatatkan kinerja penjualan yang cukup impresif. Data wholesales menunjukkan BYD berhasil menjual 40.151 unit kendaraan. Pencapaian itu memberikan market share sebesar 5,7 persen di pasar Indonesia.

Kinerja tersebut didukung oleh beragam model yang dipasarkan. Model-model itu antara lain BYD Atto 1, Atto 3, Sealion 7, dan M6. Selain itu, ada juga model Seal dan Dolphin yang turut menyumbang angka penjualan.

Sayangnya, semua model tersebut masih diimpor utuh atau Completely Built Up (CBU) dari China. Pemerintah sendiri telah menegaskan batas waktu fasilitas impor CBU untuk kendaraan listrik. Fasilitas itu hanya berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 2025.

Ketentuan ini telah termaktub dalam Peraturan Menteri Investasi. Regulasinya adalah Peraturan Menteri Investasi Nomor 6 Tahun 2023 jo. 1 Tahun 2024. Aturan ini menjadi peta jalan yang jelas bagi para produsen otomotif.

Mulai 1 Januari 2026 hingga 31 Desember 2027, produsen wajib memenuhi komitmen. Komitmen itu adalah produksi lokal dengan skema perbandingan 1:1. Skema ini sesuai dengan peta jalan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN).

Transisi dari impor CBU ke produksi lokal menjadi tantangan besar bagi para pemain. Mereka harus mempersiapkan fasilitas produksi dan rantai pasok komponen lokal. Tujuannya untuk memenuhi target TKDN yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

Perkembangan pasar mobil listrik Indonesia sendiri menunjukkan tren yang sangat positif. Mobil listrik melejit 27% dan mengubah arah pasar otomotif nasional. Pertumbuhan ini sebagian besar didorong oleh kebijakan insentif pemerintah yang menarik.

Insentif seperti pengurangan pajak dan bea masuk membuat harga lebih terjangkau. Hal ini meningkatkan minat konsumen untuk membeli kendaraan ramah lingkungan. Namun, konsumen juga perlu bijak dalam mempertimbangkan keputusan pembelian.

Ada beberapa hal penting yang perlu dipertimbangkan sebelum membeli mobil listrik. Seperti yang diungkapkan oleh produsen lain, 4 kriteria penting sebelum beli mobil listrik menurut Hyundai bisa menjadi acuan. Kriteria itu meliputi jarak tempuh, infrastruktur pengisian, biaya perawatan, dan nilai jual kembali.

Permintaan BYD ini merefleksikan suara banyak pelaku industri otomotif listrik. Mereka menghadapi masa transisi dari fase impor ke fase manufaktur lokal. Kepastian kebijakan insentif dianggap sebagai jembatan penting menuju fase tersebut.

Tanpa insentif, harga kendaraan listrik produksi lokal berisiko lebih tinggi. Hal ini dapat mengurangi daya tariknya di mata konsumen Indonesia. Padahal, target pemerintah untuk meningkatkan penggunaan kendaraan listrik sangat ambisius.

Di sisi lain, pencabutan insentif untuk kendaraan CBU memiliki tujuan strategis. Tujuannya adalah untuk menghindari ketergantungan berlebihan pada produk impor. Kebijakan ini mendorong investasi dan transfer teknologi ke dalam negeri.

BYD dan produsen lain kini berada di persimpangan yang menentukan. Mereka harus menyeimbangkan antara permintaan pasar dan kewajiban regulasi. Masa depan industri kendaraan listrik Indonesia sangat bergantung pada kolaborasi ini.

Kolaborasi antara pemerintah dan pelaku industri mutlak diperlukan. Tujuannya untuk menciptakan ekosistem kendaraan listrik yang berkelanjutan dan mandiri. Dukungan tidak hanya diperlukan di sisi pembelian, tetapi juga di sisi penggunaan.

Misalnya, asuransi untuk kendaraan listrik juga mulai berkembang dengan harga kompetitif. Asuransi sepeda motor listrik mulai dari Rp100 ribu per tahun menunjukkan kemajuan. Perkembangan serupa diharapkan terjadi untuk sektor mobil listrik, memberikan rasa aman bagi pemilik.

Harapan BYD akan segera mendapatkan respons dari pemerintah. Keputusan mengenai perpanjangan insentif akan mempengaruhi strategi seluruh industri. Semua pihak menantikan kejelasan arah kebijakan fiskal untuk kendaraan listrik pasca-2025.

SHARE:

Lebih dari Sekadar Ponsel: Galaxy Z Flip7 Hadirkan Perspektif Baru Konten Padel

Pemulihan Jaringan di Aceh Terkendala Listrik, Menkomdigi: Begitu Nyala, Kondisi Jaringan Naik ke 75%