Contact Information

Alamat: Komplek Rumah Susun Petamburan Blok 1 Lantai Dasar, Tanah Abang - Jakpus 10260

We're Available 24/ 7. Call Now.
Dituding Rezim Sensor, Ini Pembelaan Menkominfo Rudiantara
SHARE:

Technologue.id, Jakarta – Hubungan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) dengan kelompok netizen tertentu belakangan tampak merenggang. Hal ini disebabkan karena kementerian yang dipimpin oleh Rudiantara itu dinilai sedang menjalankan rezim yang otoriter, represif, hingga paranoid berlebihan terhadap warganet dan platform tertentu. Bahkan, ada juga orang-orang yang menyetarakan apa yang dilakukan Kemkominfo dengan sistem pemerintah yang dijalankan di Korea Utara. [caption id="attachment_20641" align="alignnone" width="694"]Dituding Rezim Sensor, Ini Pembelaan Menkominfo Rudiantara Tuduhan netizen pada Menkominfo Rudiantara (source: Twitter)[/caption] Yang jadi pertanyaan sekarang, benarkah pendapat tersebut? Apakah Kemkominfo benar-benar ingin mengontrol masyarakat dan internet? Menkominfo membantahnya.

Baca juga:

Kemkominfo: Facebook Cuma Respons 50% dari Laporan Konten Negatif

Jumat (04/08/17), Kemkominfo melanjutkan agenda pertemuannya dengan dua pemain besar di industri internet dan digital, yakni Google dan Twitter. Sebelumnya, Telegram dan Facebook sudah lebih dulu merapat ke Jakarta untuk mendiskusikan rencana penegakan ekosistem dunia maya yang lebih damai dan jauh dari konten bermuatan negatif. Nah, dalam pertemuan dengan perwakilan Google yang dihadiri oleh Ann Lavin (Google Asia-Pacific) dan Shinto Nugroho (Google Indonesia), Kemkominfo telah meraih kesepakatan dengan Google untuk menjalankan sejumlah strategi. Satu yang cukup menarik bagi redaksi adalah sistem Trusted Flaggers. Trusted Flaggers merupakan pelaporan dengan cara memberikan flag pada konten tertentu yang dapat dilakukan oleh selain Kementerian Kemkominfo serta masyarakat dari organisasi sipil di Indonesia yang diakui dan dipercaya oleh Google.

Baca juga:

Ini 3 Tuntutan Kemkominfo Kepada Facebook

Sistem Trusted Flaggers saat ini masih dalam tahapan uji coba pilot project. Diharapkan dalam dua sampai tiga bulan ke depan, sistem tersebut bisa berjalan sepenuhnya. Adapun organisasi yang sudah tergabung dalam sistem ini, seperti ICT Watch, MAFINDO (Masyarakat Anti-Fitnah Indonesia), dan Wahid Institute. Diadopsinya sistem yang sudah dihadirkan sejak 2012 itu pun dijadikan bukti oleh Menkominfo bahwa pihaknya tak berniat untuk bermanuver sendirian memerangi konten negatif di platform maya. Pria yang lama berkarir di sejumlah perusahaan telekomunikasi nasional itu tetap meminta masyarakat yang kapabel dan telah ditunjuk untuk menilai konten yang dikonsumsi masyarakat, lalu menyampaikan atau melaporkan pada penyedia layanan media sosial jika ada yang bertentangan dengan aturan dan budaya Indonesia.

Baca juga:

Kemkominfo: Ancaman Cyber Terkini Bukan Lagi Pornografi!

“Pemerintah dalam hal ini enggak sendiri, saya mau libatkan masyarakat sipil untuk meyakinkan bahwa ini bukanlah rezime of censorship. Tidak akan ada ruang untuk menyalahgunakan kewenangan terkait penanganan konten negatif di media sosial ini, yang dilakukan pemerintah betul-betul untuk kepentingan negara dan bangsa,” tegas Chief RA dalam keterangan tertulis yang diterima Technologue.id (04/08/17).  

SHARE:

Catat 6.400 Lebih Peserta, Huawei Ungkap Pemenang ICT Competition Asia-Pacific 2023-2024

Starlink Masuk Indonesia, Indosat Singgung Persaingan Layanan Internet