Contact Information

Alamat: Komplek Rumah Susun Petamburan Blok 1 Lantai Dasar, Tanah Abang - Jakpus 10260

We're Available 24/ 7. Call Now.
Dihantui Banyak Kasus, Industri E-commerce di Indonesia Masih Aman?
SHARE:

Technologue.id, Jakarta - Industri perdagangan digital (e-commerce) di Indonesia tersandung beberapa kasus menghebohkan selama 2020 berjalan. Kasus data pelanggan bocor hingga penipuan melalui platform e-commerce menjadi momok menakutkan bagi konsumen belanja daring.

Pelaku e-commerce semakin dituntut untuk menciptakan transaksi online yang aman dan nyaman. Pasalnya, keamanan data dinilai masih menjadi kendala perkembangan e-commerce Indonesia yang menyebabkan masih rendahnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap bisnis berbasis online.

Baca Juga:
Dijebak Link Palsu, Akun Konsumen Lazada Dibajak Seller Nakal

Alfons Tanujaya, pengamat keamanan siber Vaksincom, mengatakan secara umum platform e-commerce di Indonesia sama rentannya dengan layanan online sejenis di luar negeri.

"Terlihat kalau industri online kita mengalami perkembangan yang sangat pesat dan pelan tapi pasti mereka belajar dari insiden-insiden yang menimpa mereka. Proses ini sangat penting untuk pembelajaran dan kalau dilakukan dengan konsisten akan membentuk industri online yang tangguh," ujarnya saat dihubungi Technologue.id, Kamis (7/5/2020).

Beberapa skema kejahatan siber yang kerap mendera industri e-commerce antara lain pencurian identitas, pengambilalihan akun, menyebar link aktivasi palsu, dan masih banyak lagi. Kerugian materiil pun tidak sedikit.

Bagi akun e-mail yang dibobol, Alfons menjelaskan, nomor satu yang harus dilakukan saat ini adalah melakukan perlindungan terbaik yang akan bisa mengamankan akun kita sekalipun passwordnya berhasil dijebol. Caranya adalah dengan mengaktifkan TFA-OTP Two Faktor Authentication / One Time PAssword.

"Dengan pengamanan ini maka pembajak tidak akan bisa login sekalipun berhasil mengetahui kredensial username dan password," tutur Alfons.

Selain itu disarankan menggunakan password yang berbeda untuk semua layanan, gunakan aplikasi password manager untuk mengelola semua password dengan aman dan unik. Contohnya adalah GData Password manager, Keepass Password Safe, Webroot Password Manager atau bitwarden.

Bila terlanjur terjadi phishing, platform e-commerce bisa memberikan bantuan dengan mengaktifkan pengamanan tambahan dimana jika akun login dari perangkat baru maka otomatis diminta memasukkan password OTP yang hanya dikirimkan ke perangkat pemilik akun.

Dari segi cybersecurity, pihak Bukalapak mengklaim bahwa rata-rata pelaku e-commerce di tanah air sudah memiliki sistem keamanan yang kuat dan aman. Pelanggan bisa nyaman melakukan transaksi online asalkan mengikuti prosedur baku yang ada di setiap platform e-commerce.

"Di e-commerce sudah ada mekanisme keamanan. Semua (proses pemesanan dan pembayaran) lakukan di dalam platform. Jangan pernah transaksi di luar sistem atau membagikan data sensitif," tutur Rachmat Kaimuddin, CEO Bukalapak, saat konferensi pers online, Rabu (6/5/2020).

Ia menekankan agar konsumen lebih waspada bila melihat ada kejanggalan proses order.

"Kalo kelihatan aneh, mending di-stop dan tanya pada help desk. Stop dulu transaksi dan pastikan aman," pungkasnya.

Baca Juga:
Bukalapak Tumbuhkan Kepercayaan Konsumen Usai Diterpa Isu Bobol Data

Di sisi lain, Heru Sutadi, Direktur Eksekutif ICT Institute, membeberkan alasan mengapa e-commerce kerap menjadi incaran kejahatan siber.

E-commerce begitu menggoda pelaku peretasan dunia maya lantaran data yang disimpan banyak dan beragam. Mulai dari nama, alamat rumah, nomor telepon, belum lagi terhubung dengan payment dan ada deposit yang disimpan misal untuk investasi emas, reksadana, hingga untuk token m-payment. Termasuk jumlah pengguna e-commerce yang angkanya bisa jutaan.

Terkait UU Perlindungan Data Pribadi, Heru mengatakan pembahasan peraturan ini baiknya dibahas setelah pandemi Covid-19 selesai. Sebab semua pihak sedang fokus memerangi Corona ini. Ia mengakui ada poin-poin peraturan yang harus diperbaiki.

“Betapapun, UU ini nantinya akan sia-sia jika salah isinya. Terutama tidak adanya kewajiban badan usaha tetap Indonesia bagi pengendali dan pemroses data, tidak ada kewajiban penempatan pusat data di Indonesia dan tidak adanya lembaga independen untuk mengatur, mengawasi dan mengendalikan data pribadi,” ungkapnya.

SHARE:

Google Batal Bikin Pixel Tablet 2, Hindari Persaingan dengan Apple?

Ini Respons Kemenperin soal Proposal Investasi Apple Rp1,58 Triliun