Contact Information

Alamat: Komplek Rumah Susun Petamburan Blok 1 Lantai Dasar, Tanah Abang - Jakpus 10260

We're Available 24/ 7. Call Now.
Harga Smartphone & Laptop Bakal Naik Lagi? Ini Prediksi Tren Memori 2026
SHARE:

Pernahkah Anda merasa harga gadget baru belakangan ini semakin "berani"? Jika iya, bersiaplah untuk tren yang mungkin kurang menyenangkan. Menjelang kuartal pertama 2026, dunia teknologi kembali dihadapkan pada ancaman kenaikan biaya produksi yang signifikan, dan kali ini, biang keroknya datang dari komponen yang paling mendasar: memori.

Lembaga riset global TrendForce baru saja merilis prediksi terbaru yang mengindikasikan lonjakan tajam harga DRAM dan NAND Flash. Lonjakan ini bukan sekadar fluktuasi biasa, melainkan tekanan baru yang diprediksi akan langsung membebani pundi-pundi produsen smartphone dan laptop. Dalam ekosistem yang sudah penuh dengan persaingan ketat dan margin yang terus dikikis, kenaikan biaya memori ini bagai bensin yang ditumpahkan di atas api.

Kondisi ini muncul di tengah gelombang permintaan global yang tak kunjung surut, terutama didorong oleh kebutuhan akan teknologi Artificial Intelligence (AI) dan server data. Pusat data, HBM (High Bandwidth Memory), dan server menjadi penyedot utama pasokan DRAM, membuat rantai pasokan semakin ketat dan harga melambung. Efek domino dari situasi ini kini mengarah langsung ke perangkat yang kita gunakan sehari-hari. Mari kita telusuri lebih dalam dampak dan strategi yang mungkin akan diambil oleh para pelaku industri.

Smartphone Terjepit: Dari Flagship Hingga Entry-Level

Menurut TrendForce, komponen memori kini menyumbang porsi biaya produksi terbesar dalam perangkat smartphone. Fakta ini membuat setiap gejolak harga di pasar memori menjadi ancaman serius bagi kesehatan finansial produsen. Apple sekalipun, raksasa dengan daya tahan finansial yang legendaris, diprediksi akan merasakan dampaknya. TrendForce memperkirakan komponen memori akan mengambil porsi lebih besar dari total biaya produksi iPhone pada kuartal pertama 2026. Implikasinya bisa sangat luas, mulai dari kebijakan harga untuk model baru hingga strategi diskon untuk produk lama.

Bagi merek-merek Android, terutama yang beroperasi di segmen menengah ke bawah, tantangannya bahkan lebih berat. Kenaikan harga memori bisa memaksa mereka berada di persimpangan jalan yang sulit: menaikkan harga jual model baru dan berisiko kehilangan daya tarik di pasar yang sensitif harga, atau merombak total strategi siklus hidup produk untuk menekan kerugian. Seperti yang pernah diulas dalam analisis sebelumnya, tekanan pada harga smartphone memang berasal dari berbagai faktor, dan lonjakan memori ini memperkuat tren tersebut.

Respons paling nyata yang diprediksi TrendForce adalah "downgrade" spesifikasi diam-diam. Di segmen low-end, jangan heran jika pada 2026 nanti kita melihat smartphone dasar kembali menggunakan RAM 4GB, sebuah langkah mundur dari standar yang perlahan mulai bergeser. Ponsel segmen menengah mungkin akan dibatasi pada RAM maksimal 8GB, sementara peningkatan kapasitas memori di perangkat flagship juga akan mengalami perlambatan. Ini adalah cara pragmatis, meski pahit, untuk menjaga agar Bill of Materials (BOM) tidak meledak. Situasi ini juga selaras dengan peringatan untuk mewaspadai kenaikan harga smartphone di tahun depan, di mana faktor komponen memainkan peran kunci.

Laptop, Terutama yang Tipis, Dalam Situasi Sulit

Nasib serupa, bahkan mungkin lebih pelik, menimpa pasar laptop. Produsen notebook, khususnya model high-end dan ultrathin, merasa sangat terjepit. Kenapa? Banyak laptop high-end, terutama seri ultrathin yang stylish, menggunakan desain DRAM yang disolder langsung ke papan utama (soldered on board). Desain ini memang menghemat ruang dan mendukung bentuk yang ramping, tetapi konsekuensinya adalah fleksibilitas yang sangat minim.

Berbeda dengan laptop konvensional yang bisa menurunkan spesifikasi dengan mengganti modul memori yang lebih murah, laptop dengan memori tersolder tidak memiliki opsi itu. Pilihannya sangat terbatas: mempertahankan konfigurasi mahal atau merombak desain papan utama secara besar-besaran—sebuah langkah yang tidak praktis dan memakan biaya. Artinya, ruang gerak untuk menekan biaya hampir tidak ada. TrendForce mencatat bahwa penyesuaian harga dan spesifikasi di segmen ini dipandang hampir tak terhindarkan dalam jangka menengah hingga panjang.

Di segmen laptop konsumen anggaran, masalahnya bertambah rumit. Meski pasar ingin menekan biaya, laptop kelas ini tidak bisa serta-merta menurunkan kapasitas memori seenaknya. Ada keterbatasan teknis, seperti kebutuhan minimum untuk berpasangan dengan prosesor tertentu dan tuntutan sistem operasi yang semakin haus sumber daya. Menurunkan kapasitas RAM secara drastis bisa membuat perangkat tidak berfungsi dengan layak, sehingga nilai jualnya hilang. Mereka terjebak di antara tekanan harga komponen dan tuntutan performa dasar yang harus dipenuhi.

Strategi Bertahan: Upgrade Melambat dan Spesifikasi "Cukup Pas"

Lalu, apa jalan keluar yang diprediksi akan diambil industri? TrendForce menggarisbawahi dua strategi utama: pengurangan spesifikasi (downgrading) dan penundaan upgrade. Keduanya adalah mekanisme pertahanan paling penting untuk menekan biaya produksi di tengah badai harga DRAM.

Dalam praktiknya, ini berarti siklus peningkatan kapasitas memori standar akan melambat secara signifikan. Di segmen menengah dan atas, kapasitas memori akan cenderung "mandek" pada standar minimum yang masih dianggap layak oleh pasar. Misalnya, jika saat ini flagship banyak menawarkan RAM 12GB sebagai standar, periode di mana 16GB menjadi standar baru akan tertunda lebih lama dari yang diperkirakan. Konsumen mungkin akan melihat lebih banyak varian dengan konfigurasi yang sama dari tahun ke tahun, dengan peningkatan lebih fokus pada area lain seperti kamera atau efisiensi baterai.

Kondisi stok barang jadi dan ketersediaan memori murah dari siklus sebelumnya masih bisa menjadi bantalan untuk menjaga profit jangka pendek. Namun, bantalan ini lama-kelamaan akan menipis. Prediksi TrendForce ini memberikan konteks tambahan mengapa kebijakan fiskal seperti kenaikan PPN bisa menjadi pukulan ganda bagi konsumen, di mana kenaikan dari sisi komponen dan pajak bertemu.

Pada akhirnya, laporan TrendForce ini bukan sekadar ramalan harga komponen. Ini adalah gambaran awal dari sebuah fase penyesuaian besar dalam industri elektronik konsumen. Produsen dipaksa untuk berhitung ulang, berinovasi dalam efisiensi, dan mungkin membuat kompromi-kompromi yang akan langsung kita rasakan sebagai pengguna. Sebagai konsumen, yang bisa kita lakukan adalah menjadi lebih cerdas dan realistis dalam ekspektasi: era peningkatan spesifikasi dramatis setiap tahun mungkin akan mereda untuk sementara, digantikan oleh optimasi yang lebih halus dan, sayangnya, harga yang mungkin lebih tinggi untuk konfigurasi yang sama. Persaingan untuk memberikan nilai terbaik di tengah tekanan biaya ini akan menjadi ujian sesungguhnya bagi setiap merek di pasar.

SHARE:

Toshiba Siapkan Hard Disk 55TB, Data Center Bakal Punya "Gudang" Baru

iQOO Hadirkan Lini Produk Komplit Sepanjang 2025