Technologue.id, Jakarta - Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) mengumumkan akan melelang spektrum Frekuensi 1,4 GHz dengan lebar 80 MHz pada kuartal pertama 2025 ini. Alokasi ini dilakukan untuk mendukung pemerataan sambungan internet rumah.
Pita frekuensi 1,4 GHz akan digunakan untuk menyediakan layanan telekomunikasi Broadband Wireless Access (BWA) yang merupakan akses komunikasi data menggunakan spektrum frekuensi radio.
Akan tetapi, banyak yang mempertanyakan keputusan tersebut lantaran teknologi jaringan telekomunikasi 5G di Indonesia belum merata dan menghambat kecepatan internet di tanah air. Pasalnya Komdigi tidak segera melakukan lelang spektrum pita frekuensi 700 MHz dan 26 GHz yang seharusnya menjadi spektrum penting menggelar jaringan 5G.
Baca Juga:
Menkomdigi: Transformasi Digital Dorong Visi Indonesia Emas 2045
Padahal untuk perencanaan lelang pita 700 MHz dan 26 GHz untuk menggelar pemerataan 5G sudah mereka lakukan sejak beberapa tahun lalu.
Rudi Purwanto, Chairman of Working Group Spectrum Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) mengatakan bahwa Indonesia sangat membutuhkan tambahan spektrum baru 700 MHz, 2,6 GHz, 3,5 GHz dan 26 GHz untuk mengejar ketertinggalan untuk kecepatan internet hingga menggelar teknologi 5G.
Dia juga mengungkapkan pita 2,6 GHz sudah digunakan di Vietnam, Thailand, Malaysia, Filipina, Myanmar, Singapura dan Laos. Untuk pita 3,5 GHz sudah digunakan di Filipina, sedangkan pita 26 GHz sudah Filipina dan Vietnam alokasikan.
Sementara untuk Indonesia, pita-pita tersebut sama sekali belum dialokasikan untuk penyelenggaraan teknologi maupun telekomunikasi. Rudi juga mempertanyakan kenapa pemerintah dalam hal ini Kemkomdigi justru lebih memilih mendahulukan lelang spektrum 1,4 GHz.
"Pita 1,4 GHz ini memang cepat untuk menggelar jaringan internet di Indonesia, tetapi kekurangannya yakni ekosistemnya sangat rendah. Dari Identifikasi perangkat baik Base Station dan CPE indoor yang akan digunakan saat ini belum di-support vendor teknologi seperti Huawei, ZTE hingga Ericsson yang juga masih butuh waktu untuk penyesuaian," ujar Rudi, dalam acara diskusi Selular Business Forum (SBF) dengan tema "Lelang Spektrum: Lebih Cepat Mana 700 MHz & 26 GHZ atau 1,4 GHz, hari Senin (9/2/2025).
Baca Juga:
Komdigi Serukan Kampanye Lari dari Judol Lewat Aktivitas Outdoor
Rudi menambahkan untuk CPE (Customer Premise Equipment) ada kemungkinan akan embedded dengan WIFI dan akan menggunakan RedCap CPE untuk mengejar biaya murah. "Vendor Utama dan Qualcomm memerlukan waktu untuk melakukan development dan re-engineering perangkat 1,4 GHz sampai siap untuk komersial dan biasanya berkisar satu sampai 1,5 tahun," sambungnya.
Pengamat Telekomunikasi dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Agung Harsoyo mengatakan jika Broadband Wireless Access (BWA) atau layanan internet cepat tetap nirkabel pernah ada di Indonesia dan ternyata gagal.
"Ketika akan diterapkan kembali, perlu kajian mendalam terkait BWA hingga seluruh aspek yang menjadi faktor kegagalan masa lalu," ungkap Agung. Dia juga menambahkan jika kajian layanan berbasis regional atau wilayah harus dikomparasikan dengan yang berbasis nasional seperti aspek efisiensi/utilisasi, koordinasi, integrasi, interferensi, hingga aspek biaya hak penggunaan atau BHP frekuensi.
"Jika pun BWA ini nantinya akan diterapkan juga perlu memperhatikan aspek persaingan usaha yang sehat dan ini ranah KPPU, misalnya terdapat minimal dua operator per region/wilayah. Selain itu, mempertimbangkan minimal aspek 'wilayah kurus' dan 'wilayah gemuk'," tandas Agung.