Technologue.id, Jakarta - Teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) yang berkembang pesat saat ini menimbulkan kekhawatiran terhadap keamanan pekerjaan. Dalam laporan bertajuk Navigating Economic and Security Challenges in 2025, AI ditakutkan dapat menggantikan peran karyawan di dunia kerja nanti.
Ada lima alasan utama yang mendasari kekhawatiran ini. Dimulai dari ketakutan digantikan dengan mesin yang lebih baik, akurat, dan terjangkau (72%) juga kesulitan bersaing dengan mesin yang mampu bekerja 24/7 tanpa lelah (62%). Kemudian 60% responden merasa perkembangan AI yang terlalu canggih bisa menjadi ancaman bagi manusia.
Baca Juga:
Karyawan Indosat Dirikan Bangunan ECO untuk Sekolah di Ambon
Hadirnya AI juga dinilai dapat meningkatkan kemiskinan, ketidaksetaraan, dan ketidakstabilan sosial (52%). Faktor kemiskinan didasari oleh ketakutan kehilangan pekerjaan, sedangkan perihal ketidaksetaraan disebabkan hadirnya biaya langganan untuk akses ke versi AI yang lebih mutakhir, yang tentunya tidak dimiliki oleh semua orang. Hal ini ditegaskan oleh alasan terakhir, yaitu ketidakmampuan untuk bersaing maupun bekerja berdampingan dengan AI karena kurangnya skill, yang diungkapkan oleh 46% responden.
Laporan Navigating Economic and Security Challenges in 2025 disusun dengan menggabungkan metode penelitian kualitatif dan kuantitatif. Dimulai dengan enam mini focus group discussion (FGD) untuk menggali tren dan isu secara mendalam.
Lalu dilanjutkan survei kepada 1.190 responden dari seluruh Indonesia untuk memvalidasi temuan dan menentukan tren, sepanjang Agustus hingga September 2024. Jumlah peserta survei seimbang antara laki-laki dan perempuan, dan meliputi kalangan menengah ke atas.
Baca Juga:
Perusahaan Ini Manfaatkan Teknologi ATS untuk Proses Perekrutan Karyawan
Guna menanggulangi risiko ini, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) menyatakan komitmennya untuk terus mendukung pengembangan sumber daya manusia digital di Indonesia. Kemnaker memberikan berbagai kursus juga pelatihan melalui talenthub, talent corner, juga balai-balai yang tersebar di seluruh Indonesia. Pelatihan ini diberikan kepada pencari kerja khususnya generasi Z untuk menghadapi dunia kerja digital dan AI.
Saat ini Kemnaker juga sedang menyiapkan regulasi untuk melindungi para pekerja digital di Indonesia. Rici Ronaldo, Sub Koordinator Layanan Pencari Kerja, Pusat Pasar Kerja, Kemnaker mengungkapkan bahwa saat ini pekerja-pekerja kita tidak memiliki hubungan kerja yang formal. Kemnaker sedang menyiapkan peta jalan (roadmap) dan peraturan perundangan yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan digital juga melindungi para pekerja, termasuk driver ojek dan taksi online.
"Harapannya seluruh pekerja digital, kemitraan, dan gig workers nantinya tidak hanya diberdayakan, tetapi juga bisa terlindungi," ujarRici.