Bayangkan sebuah medan perang digital di mana Anda bukan sekadar mengendalikan satu hero, tetapi memimpin ribuan pasukan untuk menyerang entitas raksasa. Inilah janji yang dibawa March of Giants, game yang tiba-tiba menjadi buah bibir setelah langkah strategis besar dari raksasa game dunia. Ubisoft, dengan ambisi yang tak lagi bisa disembunyikan, baru saja melakukan akuisisi besar-besaran terhadap game MOBA strategis ini dari Amazon, lengkap dengan tim pengembangnya. Langkah ini bukan sekadar pembelian aset, melainkan sebuah deklarasi perang di pasar MOBA yang sudah lama didominasi oleh dua titan: League of Legends dan Dota 2. Apakah ini awal dari persaingan segitiga yang baru?
Lanskap game MOBA selama lebih dari satu dekade ini bisa dibilang cukup statis. Dua nama besar tersebut telah membangun kerajaan yang hampir tak tergoyahkan, dengan komunitas yang loyal dan ekosistem esports yang mapan. Banyak challenger yang datang dan pergi, namun sedikit yang benar-benar mampu menggoreskan namanya. Ubisoft, sebagai publisher dengan portofolio beragam dari Assassin's Creed hingga Rainbow Six Siege, sebenarnya bukan pemain baru yang canggung. Mereka memiliki pengalaman mendalam dalam menciptakan pengalaman multiplayer yang kompetitif dan bertahan lama. Ambisi mereka untuk meramaikan genre ini kini diperkuat dengan aksi korporat yang berani: membawa pulang March of Giants dan, yang lebih penting, para otak di baliknya.
Transaksi yang diperkirakan rampung pada 16 Desember 2025 ini juga melibatkan komitmen promosi besar-besaran dari Amazon melalui platform Twitch-nya. Ini adalah kombinasi yang berbahaya: kreativitas pengembang berpengalaman, kekuatan publishing Ubisoft, dan jalur distribusi langsung ke jantung komunitas gaming global. Meski tanggal rilis resmi masih menjadi misteri, gelombang keingintahuan sudah mulai terbangun. Apa sebenarnya yang membuat March of Giants begitu spesial hingga layak dibeli oleh Ubisoft, dan apakah game ini memiliki amunisi yang cukup untuk menantang status quo?
Bukan MOBA Biasa: Memimpin Ribuan Pasukan, Bukan Satu HeroDi sinilah letak pembeda utamanya. Jika MOBA tradisional membuat Anda fokus pada skill shot, farming, dan build item untuk satu karakter, March of Giants mengangkat skala pertempuran ke level yang benar-benar berbeda. Konsepnya adalah pertempuran tim 4 lawan 4, di mana setiap pemain berperan sebagai komandan yang mengendalikan sebuah entitas raksasa. Tugas Anda bukan hanya menggerakkan raksasa ini, tetapi yang lebih krusial, memimpin pasukan dalam jumlah besar—ribuan tentara—untuk maju menyerang raksasa milik lawan.
Dinamika ini menciptakan lapisan strategi yang unik. Anda harus berpikir seperti jenderal di medan perang nyata. Serangan tidak lagi sekadar tentang combo skill, tetapi tentang timing, formasi, dan pengelolaan sumber daya pasukan. Secara simultan, pertahanan menjadi elemen yang sama pentingnya. Bagaimana Anda menangkis gelombang serangan pasukan musuh yang juga datang berbondong-bondong? Di sinilah elemen bernama Battleworks masuk. Pemain dapat mengerahkan bala bantuan strategis seperti parit pertahanan, tank berat, atau bunker statis untuk mengamankan posisi dan mendapatkan keunggulan taktis.
Inovasi gameplay semacam ini menunjukkan bahwa Ubisoft dan tim pengembang tidak sekadar ingin membuat "clone" yang lain. Mereka berusaha menggeser paradigma. Dengan fokus pada skala pertempuran yang masif dan kontrol pasukan, March of Giants berpotensi menarik pemain yang haus akan kompleksitas strategi di luar mekanisme MOBA arus utama. Game ini bisa menjadi jembatan bagi penggemar game strategi real-time (RTS) yang merasa MOBA tradisional terlalu terbatas, sekaligus menawarkan tantangan baru bagi veteran MOBA yang mencari sesuatu yang segar.
Mungkin aspek paling menarik dari akuisisi ini bukan hanya pada game-nya, tetapi pada orang-orangnya. March of Giants dikembangkan di Amazon Games Montreal, studio yang didirikan sekitar lima tahun lalu. Yang membuatnya istimewa adalah banyak talenta kunci di studio tersebut adalah mantan karyawan Ubisoft, dan kini mereka "pulang kampung". Yang paling mencolok adalah fakta bahwa sejumlah figur penting ini merupakan bagian dari tim kreatif orisinal di balik kesuksesan fenomenal Rainbow Six Siege.
Mereka memahami betul bagaimana membangun dan memelihara game kompetitif yang hidup selama bertahun-tahun. Inklusif di dalamnya adalah Xavier Marquis, pendiri Amazon Games Montreal sekaligus direktur kreatif March of Giants. Keberhasilan Rainbow Six Siege dalam membangun komunitas yang solid, meta-game yang selalu berkembang, dan sirkuit esports yang dihormati, adalah bukti nyata kemampuan tim ini. Kembalinya mereka ke dalam naungan Ubisoft memberikan sinyal kepercayaan diri yang kuat. Ini bukan eksperimen oleh tim baru, tetapi proyek ambisius yang dikelola oleh orang-orang yang telah membuktikan diri mereka dapat menciptakan karya legendaris di genre kompetitif.
Pengalaman ini sangat relevan mengingat Ubisoft sendiri sedang dalam fase transformasi dan eksperimen dalam portofolio multiplayer-nya, seperti yang terlihat dari proyek Vantage Studios yang didukung Tencent untuk menggarap game AAA baru. Memasukkan tim dengan DNA "live service" yang sukses ke dalam struktur mereka bisa menjadi katalisator penting. Namun, sejarah juga mencatat bahwa tidak semua eksperimen Ubisoft berjalan mulus, seperti keputusan untuk menutup pengembangan game shooter XDefiant yang sempat dinantikan. Tekanan untuk menghasilkan hit baru pasti sangat terasa.
Baca Juga:
Meski hype sudah mulai dibangun, komunitas harus bersabar. Hingga saat ini, belum ada pengumuman resmi mengenai tanggal rilis pasti March of Giants. Amazon pertama kali memperkenalkan game free-to-play ini pada Agustus 2025, diikuti dengan uji coba alpha tertutup pada September. Rencananya, uji coba yang lebih luas dan terbuka akan digelar pada tahun 2026. Jarak waktu ini memberikan ruang bagi tim pengembang untuk menyempurnakan game berdasarkan feedback, sekaligus bagi Ubisoft untuk merancang strategi pemasaran yang matang.
Pembaruan besar yang telah dijanjikan pasca-akuisisi juga menarik untuk disimak. Konten baru akan mencakup pengenalan raksasa baru, ekspasi mode kompetitif, dan implementasi sistem dasar yang dirancang untuk pertumbuhan jangka panjang. Ini menunjukkan visi yang jelas bahwa March of Giants tidak ingin sekadar menjadi sensasi satu musim, tetapi bertahan selama bertahun-tahun. Komitmen untuk membangun fondasi yang kuat sejak awal adalah langkah yang tepat, mengingat kegagalan banyak game live service sering berawal dari sistem dasar yang rapuh.
Tantangan terbesarnya, tentu saja, adalah dua raksasa yang sudah bercokol. League of Legends dan Dota 2 bukan hanya game; mereka adalah institusi dengan ekonomi, budaya, dan tradisi yang mengakar sangat dalam. Untuk dapat bersaing, March of Giants tidak cukup hanya dengan gameplay yang unik. Game ini perlu membangun komunitas dari nol, menciptakan sirkuit kompetitif yang menarik, dan yang terpenting, memastikan keseimbangan (balance) yang adil dan menarik—tantangan yang telah menjatuhkan banyak calon pesaing. Dukungan promosi dari Twitch melalui kesepakatan dengan Amazon akan menjadi senjata ampuh, tetapi pada akhirnya, pemain akan tetap pada game yang paling menyenangkan dan memuaskan untuk dimainkan.
Langkah Ubisoft ini juga mencerminkan strategi diversifikasi dan penguatan di berbagai genre. Sementara mereka terus mendukung franchise besar seperti Assassin's Creed Mirage yang diperluas via Steam, invasi ke arena MOBA yang kompetitif menunjukkan nafsu untuk berekspansi. Apakah March of Giants akan menjadi masterpiece strategi berikutnya atau sekadar catatan kaki dalam sejarah genre MOBA? Jawabannya terletak pada kemampuan tim untuk menyempurnakan visi unik mereka, memanfaatkan sumber daya Ubisoft, dan yang terpenting, merebut hati para pemain yang selalu haus akan inovasi sejati di tengah lautan game yang serupa.