Technologue.id, Jakarta - Akses ke media sosial masih yang berkontribusi paling tinggi pada penggunaan internet di masyarakat Indonesia. Sayangnya, media sosial belakangan ini menjadi salah satu corong produktif terkait penyebaran berita bohong (hoax) maupun perundungan (bullying). Penyebaran hoax dan perundungan melalui media sosial kemudian melahirkan keresahan di berbagai pihak. Dari masyarakat, pemerintah, bahkan lembaga keagamaan seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI) lantas ikut turun tangan supaya penyebaran hoax dan perundungan tumbuh subur di tengah warganet Tanah Air.
Baca juga : Gandeng Pemerintah Tiongkok, Indonesia Ingin Berantas Penjahat Siber
Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara menyebutkan produk hukum Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) No. 19 tahun 2016 sebagai perbaikan dari UU No. 18 tahun 2008 dengan jelas mengatur penggunaan media sosial dengan benar. "Regulasi jelas mengatur bahwa konten media sosial bertentangan dengan kaidah bernegara dan tidak sesuai dengan budaya bangsa. Pemerintah, masyarakat di semua segmen, hingga platform harus bergerak bersama," kata Menteri yang akrab disapa Chief RA tersebut di Jakarta.Baca juga : Setelah E-Commerce, Segera Hadir Roadmap Perlindungan Anak di Internet
Kekhawatiran atas dampak buruk penyebaran hoax dan perundungan di media sosial mendorong MUI menelurkan Fatwa MUI No. 24 tahun 2017 tentang Hukum dan Pedoman Bermuamalah melalui media sosial. Salah satu poin pentingnya ialah setiap muslim yang bermuamalah di sosial media diharamkan membicarakan aib orang lain, fitnah, adu domba dan penyebaran permusuhan. "Fatwa tersebut dibuat berdasarkan kekhawatiran akan maraknya ujaran kebencian dan permusuhan melalui media sosial. Harapannya, fatwa ini dapat mencegah penyebaran konten media sosial yang berisi berita bohong dan mengarah pada upaya adu domba di tengah masyarakat," ujar Masduki Baidlowi, Ketua Bidang Infokom MUI di acara Seminar Nasional Indonesia Technology Forum (ITF).Baca juga : Ini Masalah Dasar Industri E-Commerce Indonesia Menurut Co-Founder Alibaba
Namun, terkadang masalahnya aturan hukum maupun fatwa tidak akan banyak berpengaruh billa masyarakat sendiri tidak mau menaatinya. Masyarakat sering lupa soal etika ketika memegang ponsel dan beraktivitas di media sosial yang dianggapnya sebagai ruang pribadi, padahal media sosial merupakan ruang publik yang bisa disaksikan oleh masyarakat umum di satu waktu. Agung Harsoyo, Komisioner Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) menyatakan pihaknya mendorong sinergi semua pihak dan lembaga dalam menanggulangi konten media sosial yang negatif. "Semua posting di media sosial walau digembok, dihapus atau diubah menjadi lebih pribadi tetap punya jejak digital," ujar Agung saat ditemui Technologue.id. Media sosial sendiri ibarat pedang bermata dua karena dapat memberikan manfaat bagi penggunanya akan tetapi juga dapat memberikan dampak negatif. Sebaiknya, masyarakat lebih berhati-hati ketika beraktivitas di media sosial agar tidak terjebak dalam persoalan dan resiko hukum yang berlaku.