Technologue.id, Jakarta - Sri Mulyani, Menteri Keuangan memastikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) bakal naik menjadi 12 persen per 1 Januari 2025. Kebijakan tersebut sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Kenaikan PPN bertujuan untuk memperbaiki struktur penerimaan negara sekaligus melahirkan beragam reaksi publik. Terkait kebijakan tersebut, netizen di X menggaungkan gerakan (movement) untuk menahan belanja.
Beberapa postingan netizen menyentil perilaku konsumtif sebagian masyarakat, dan saran agar memakai barang sampai rusak sebelum membeli yang baru.
Baca Juga:
Samsung Bikin Ponsel Layar Lipat Tiga Saingi Huawei, Rilis 2025?
"Yuk alihkan konsumsi kita kelas menengah ke sektor yang tidak memungut PPN 12%. Mulailah makan di warteg, belanja di pasar tradisional, ngga beli baju baru, kalau rusak benerin sendiri. Minimalisasi segala konsumsi yang kena PPN 12%. Kita bisa," tulis netizen X @uberfunk.
Netizen lain menyebut bahwa tarif PPN 12 persen ialah yang tertinggi di wilayah ASEAN. "Tarif PPN 12% tertinggi di ASEAN. Berarti rakyat kita dianggap paling mampu membayar pajak diantara negara lain di ASEAN," tulis netizen X @papa_loren.
Mengutip BBC, Pajak Pertambahan Nilai atau PPN merupakan jenis pajak yang dikenakan atas setiap transaksi jual beli barang atau jasa yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP).
Meskipun beban pajak secara langsung ditanggung oleh konsumen akhir, namun kewajiban memungut, menyetor, dan melaporkan PPN tetap berada di pundak PKP.
Dalam sistem PPN, pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) berkewajiban memungut PPN dari konsumen, menyetorkannya ke negara, dan melaporkan jumlah PPN yang telah dipungut.