Technologue.id, Jakarta - Kebijakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menurunkan tarif interkoneksi sebesar 26 persen menjadi Rp 204 per menit masih menimbulkan polemik. Suara baru yang mengomentari keputusan Kominfo ini mengaku khawatir kebijakan baru tersebut berpotensi hanya akan menguntungkan operator swasta. Pemikiran tersebut disuarakan Yaqut Cholil Qoumas, Anggota Komisi VI FPKB DPR RI. Ia menilai selama ini banyak operator swasta yang kurang serius membangun infrastruktur jaringan di daerah dan berfokus melakukan pembangunan terbatas di kawasan perkotaan saja. Menurut dia, kebijakan biaya interkoneksi ini jangan sampai merugikan operator yang getol melakukan pembangunan jarigan hingga ke daerah pedalaman dan pelosok. Yaqut mengutarakan bahwa Telkom dan Telkomsel telah berinvestasi yang tidak sedikit untuk membangun jaringan di daerah pedalaman. "Terkait dengan prinsip keadilan dan persaingan usaha yang sehat, maka perlu diberlakukan skema asimetris dalam perhitungan dasar biaya interkoneksi. Artinya, dengan skema asimetris, biaya interkoneksi berdasarkan pada biaya yang dikeluarkan atas kerja keras membangun jaringan dan efisiensi dari masing-masing operator (cost based)," ungkapnya. Yaqut menegaskan, pemerintah harus konsisten untuk menjalankan Peraturan Pemerintah (PP) No 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi, khususnya pada pasal 21, pasal 22 dan pasal 23. Khusus pada pasal 23 ayat 2 terkait biaya interkoneksi disebutkan, bahwa biaya interkoneksi ditetapkan berdasarkan perhitungan yang transparan, disepakati bersama dan adil. "Berkaitan dengan itu, biaya interkoneksi merupakan cost recovery dari setiap operator," kata Yaqut secara tegas. Berdasarkan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi I DPR dengan seluruh petinggi operator telekomunikasi didapatkan data jika cost recovery Telkom dan Telkomsel sebesar Rp 285 per menit. Sedangkan cost recovery operator lainnya, Indosat Rp 86 per menit, XL Rp 65 per menit, Smartfren Rp 100 per menit dan Tri Rp 120 per menit. "Dengan demikian, tarif interkoneksi yang rencananya dikenakan sebesar Rp204 per menit jauh di bawah cost recovery yang ditanggung oleh Telkom maupun Telkomsel," imbuh Yaqut. Rencana pemerintah untuk menerapkan regulasi baru terkait penurunan tarif interkoneksi menimbulkan polemik yang masih terus bergulir hingga saat ini. Penerapan tarif baru interkoneksi yang lebih rendah rata-rata 26% dari Rp250 menjadi Rp204 per menit, sejatinya akan diberlakukan mulai 1 September 2016 sesuai dengan Surat Edaran Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) No. 1153/M.Kominfo/PI.0204/08/ 2016. Akan tetapi, kebijakan tersebut akhirnya ditunda mengingat belum semua operator telekomunikasi menyerahkan DPI (Dokumen Penawaran Interkoneksi), yang berisi skema, tarif, dan layanan interkoneksi suatu operator. Operator yang telah menyerahkan DPI tersebut adalah Indosat, XL, Hutchison Tri Indonesia, dan Smartfren. Sedangkan, Telkom dan Telkomsel dengan tegas menolak menyerahkan DPI akibat tidak setuju dengan perhitungan tarif interkoneksi yang baru. Selain itu, tertundanya penerapan tarif interkoneksi tersebut mempertimbangkan masukan dari Komisi I DPR RI agar Pemerintah tidak tergesa-gesa dan berhati-hati dalam menurunkan tarif interkoneksi. Baca juga : PAPUA MENANTIKAN PEMBANGUNAN JARINGAN INDOSAT DAN XL AXIATA KECEWA PENERAPAN TARIF INTERKONEKSI BARU MOLOR, XL SURATI BRTI PERLEBAR EKOSISTEM 4G, BUNDLING SMARTPHONE XL DISKON SAMPAI RP 6 JUTA
Contact Information
Alamat: Komplek Rumah Susun Petamburan Blok 1 Lantai Dasar, Tanah Abang - Jakpus 10260
We're Available 24/ 7. Call Now.
SHARE:
SHARE: